Rabu, 13 Februari 2008

Lupa Judul

Sering kali aku berkata, ketika orang memuji milikku, bahwa
sesungguhnya ini hanya titipan,
bahwa mobilku hanya titipan Nya,
bahwa rumahku hanya titipan Nya,
bahwa hartaku hanya titipan Nya,
bahwa putraku hanya titipan Nya,
tetapi, mengapa aku tak pernah bertanya, mengapa Dia menitipkan
padaku?
Untuk apa Dia menitipkan ini pada ku?
Dan kalau bukan milikku, apa yang harus kulakukan untuk milik Nya ini?
Adakah aku memiliki hak atas sesuatu yang bukan milikku?
Mengapa hatiku justru terasa berat, ketika titipan itu diminta kembali
oleh-Nya ?

Ketika diminta kembali,
kusebut itu sebagai musibah,
kusebut itu sebagai ujian,
kusebut itu sebagai petaka,
kusebut dengan panggilan apa saja untuk melukiskan bahwa itu adalah
derita.
Ketika aku berdoa, kuminta titipan yang cocok dengan hawa nafsuku,
aku ingin lebih banyak harta,
ingin lebih banyak mobil,
lebih banyak rumah,
lebih banyak popularitas,
dan kutolak sakit,
kutolak kemiskinan,
Seolah semua "derita" adalah hukuman bagiku.
Seolah keadilan dan kasih Nya harus berjalan seperti matematika :
aku rajin beribadah, maka selayaknyalah derita menjauh dariku, dan
Nikmat dunia kerap menghampiriku.
Kuperlakukan Dia seolah mitra dagang, dan bukan Kekasih.

Kuminta Dia membalas "perlakuan baikku", dan menolak keputusanNya yang
tak sesuai keinginanku,
Gusti, padahal tiap hari kuucapkan, hidup dan matiku hanyalah untuk
beribadah...
"ketika langit dan bumi bersatu, bencana dan keberuntungan sama saja"

By Ws Rendra

Contributed By Dori

Selasa, 20 November 2007

"Kepada Nya, kita semua akan kembali"

Aku mati sebagai mineral
dan menjelma sebagai tumbuhan,
aku mati sebagai tumbuhan
dan lahir kembali sebagai binatang.
Aku mati sebagai binatang dan kini manusia.
Kenapa aku harus takut?
Maut tidak pernah mengurangi sesuatu dari diriku.

Sekali lagi,
aku masih harus mati sebagai manusia,
dan lahir di alam para malaikat.
Bahkan setelah menjelma sebagai malaikat,
aku masih harus mati lagi;
Karena, kecuali Tuhan,
tidak ada sesuatu yang kekal abadi.

Setelah kelahiranku sebagai malaikat,
aku masih akan menjelma lagi
dalam bentuk yang tak kupahami.
Ah, biarkan diriku lenyap,
memasuki kekosongan, kasunyataan
Karena hanya dalam kasunyataan itu
terdengar nyanyian mulia;

"Kepada Nya, kita semua akan kembali"

Jalauddin Rumi

Contributed by Dorey

Kamis, 15 November 2007

Apa Yang mesti Ku lakukan

Apa yang mesti kulakukan, O Muslim? Aku tak mengenal didiku sendiriAku bukan Kristen, bukan Yahudi, bukan Gabar, bukan MuslimAku bukan dari Timur, bukan dari Barat, bukan dari darat, bukan dari laut,Aku bukan dari alam, bukan dari langit berputar,Aku bukan dari tanah, bukan dari air, bukan dari udara, bukan dari api,Aku bukan dari cahaya, bukan dari debu, bukan dari wujud dan bukan dari halAku bukan dari India, bukan dari Cina, bukan dari Bulgaria, bukan dari Saqsin,Aku bukan dari Kerajaan Iraq, bukan dari negeri Korazan.Aku bukan dari dunia in ataupun dari akhirat, bukan dari Sorga ataupun NerakaAku bukan dari Adam, bukan dari Hawa, bukan dari Firdaus bukan dari RizwanTempatku adalah Tanpa tempat, jejakku adalah tak berjejakIni bukan raga dan jiwa, sebab aku milik jiwa KekasihTelah ku buang anggapan ganda, kulihat dua dunia ini esaEsa yang kucari, Esa yang kutahu, Esa yang kulihat, Esa yang ku panggilIa yang pertama, Ia yang terakhir, Ia yang lahir, Ia yang bathinTidak ada yang kuketahui kecuali :Ya Hu" dan "Ya man Hu"Aku mabok oleh piala Cinta, dua dunia lewat tanpa kutahuAku tak berbuat apa pun kecuali mabok gila-gilaanKalau sekali saja aku semenit tanpa kau,Saat itu aku pasti menyesali hidupkuJika sekali di dunia ini aku pernah sejenak senyum,Aku akan merambah dua dunia, aku akan menari jaya sepanjang masa.O Syamsi Tabrizi, aku begitu mabok di dunia ini,Tak ada yang bisa kukisahkan lagi, kecuali tentang mabok dan gila-gilaan.

Jalaluddin Rumi
Penyair dan tokoh sufi terbesar dari Persia

Contributed by Dorey

Minggu, 11 November 2007

Kisah untuk direnungkan

Kisah untuk direnungkan
Seorang pria bernama Joko Pinter yang kegerahan karena rambutnya sudah telalu panjang datang ke tempat tukang cukur. Tujuan utamanya untuk memotong rambut dan merapikan brewoknya. Si tukang cukur mulai memotong rambut pria tersebut, dan tanpa sengaja mereka terlibat pembicaraan yang agak serius menyankut filsafat ketuhanan. Si tukang cukur bilang,
“Saya tidak percaya Tuhan itu ada”
“Kenapa Anda berkata begitu ?” timpal si Joko Pinter
“Begini, coba Anda perhatikan didepan sana, di jalanan…. untuk menyadari bahwa Tuhan itu tidak ada. Katakan kepadaku, jika Tuhan itu ada, Adakah yang sakit?, Adakah anak terlantar? Jika Tuhan ada, tidak akan ada sakit ataupun kesusahan. Saya tidak dapat membayangkan Tuhan yang katanya Maha Penyayang itu akan membiarkan ini semua terjadi.”
Joko Pinter diam untuk berpikir sejenak, tapi tidak merespon karena dia tidak ingin perdebatan. Bisa-bisa rambutnya dicukur asal-asalan, menjadikan dia tidak tampil keren lagi. Lebih baik dia mengalah, biarkan Si tukang cukur menyelesaikan pekerjaannya. Beberapa saat setelah Joko Pinter membayar tukang cukur itu, ada pemuda bergaya preman duduk di warung tepat di depan tempat praktek si tukang cukur. Pemuda itu berambut panjang sebahu, berombak kasar, kusut, kotor, dan mungkin juga bau.
Joko Pinter, menepuk bahu tukang cukur dan berkata
“Tuh lihat, sebenarnya tidak ada tukang cukur kan?”
Si tukang cukur tidak terima, "Anda kok bisa bilang begitu ? Saya disini dan saya tukang cukur. Barusan saya mencukur Anda!”
“Tidak!” elak Joko Pinter. “Tukang cukur itu tidak ada, sebab jika ada, tidak akan ada orang dengan rambut panjang dan semrawut seperti pemuda itu"
“Ah bagaimanapun, buktinya tukang cukur tetap ada, saya tukang cukur”, “Pemuda itu gondrong kan karena dia tidak datang kepada saya untuk saya cukur” Jawab si tukang cukur membela diri.
“Cocok!” Kata Joko Pinter. “Itulah point utama-nya!. Sama dengan Tuhan, TUHAN ITU JUGA ADA !, Tapi apa yang terjadi… “orang-orang TIDAK MAU DATANG kepada-NYA, dan TIDAK MAU MENCARI-NYA. Oleh karena itu banyak yang sakit dan tertimpa kesusahan di dunia ini.”

ISA AL-MASIH ADALAH TERANG DUNIA

Maka tatkala saya membaca perkataan hari Natal, saya ingat kepada kalimat Pembukaan di dalam Kitab Injil yang berbunyi: "Pada Mulanya adalah Kata". In den beginne was het Woord. Kata itu menjadi satu kepercayaan daripada rakyat seluruhnya. In den beginne was het Woord, en het was bij God, en het woord was God. En het woord was het leven der mensen. En het leven was het licht dewr mensen en het licht niet begreoun. Pada Mulannya adalah Kata. Dan, Kata itu adalah Tuhan. Kata itu adalah hidup manusia dan hidup adalah cahaya cemerlang bagi manusia, dan cahaya cemerlang itu telah bersinar di dalam kegelapan, tetapi kegelapan tak mengerti akan cahaya terang itu.

Pidato Bung Karno, New Emerging Forces Ciri Abad Kedua Puluh, di Jakarta, 18 Desember 1961. [1]

Sabtu, 03 November 2007

Bermain

"Bermainlah dalam permainan tetapi janganlah main-main! Mainlah dengan sungguh-sungguh, tetapi permainan jangan dipersungguh. Kesungguhan permainan terletak dalam ketidaksungguhannya, sehingga permainan yang dipersungguh tidaklah sungguh lagi. Mainlah dengan eros, tetapi janganlah mau dipermainkan eros. Mainlah dengan agon tetapi jangan mau dipermainkan agon. Barang siapa mempermainkan permainan, akan menjadi permainan permainan. Bermainlah untuk bahagia tetapi janganlah mempermainkan bahagia" (Driyarkara).

Kamis, 01 November 2007

Kematian



"Biarlah kematian , pengasiangan, dan semua hal-hal lain yang tampak menakutkan terjadi setiap hari di depan mata mu; tetapi yang terutama adalah kematian: dan engkau tidak pernah langi menganggap sesuatu tidak berarti dan tidak lagi mengingingkan sesuatu dengan berlebihan."

--EPITETUS

Kematian tidaklah menimbulkan perasaan kecuali bagi orang-orang yang dengan gairah mencintai hidup.Bagaimana mungkin seseorang mati tanpa meninggalkan sesuatu yang dapat diwariskan? Detasemen,atau sikap yang tidak terpengaruh,adalah suatu peniadaan dari hidup dan mati.Siapa pun telah mengatasi ketakutan akan kematian nya yang juga berhasil daripada mengatasi ketakutan dalam akan kehidupan.Seumur hidup,tak lain hanya lah kata lain untuk ketakutan ini.

Hanya orang-orang kaya yang mengalami kematian; orang-orang miskin pun mengharapkan pengalaman itu;tak ada pengemis yang pernah mati.Hanya para pemilik modal yang mati

Dibandingkan dengan penderitaan orang-orang kaya,penderitaan orang-orang miskin bagaikan alas tidur bunga-bunga.Kematian telah mengumpulkan ke dalam dirinya semua teror dan penderitaan dalam istana-istana.Untuk mati dalam kemewahan,sesorang harus mati satu juta kali.

Pengemis-pengemis tidaklah mati di tempat tidur mereka,dan itulah sebab nya mengapa mereka tidak mati.Orang mati hanyalah secara horisontal,melalui persiapan panjang dengan kematian yang secara pelan-pelan menyusup kedalam kehidupan.Penyesalan-penyesalan apa yang dapat orang lakukan,yang tidak terikat dengan ruang khusus dan memori-memori inherennya dimasa-masa terakhir? Barangkali para pengemis itu sudah memilih nasib mereka,karena dengan tidak memiliki penyesalan-penyesalan mana pun,mereka tidak mengalami penderitaan-penderitaan yang datang dari penyesalan-penyesalan itu.Para pengembara diatas permukaan kehidupan, mereka masih mengembara di atas permukaan kematian.



Rabu, 31 Oktober 2007

Bambu dan Pakis

Suatu hari aku memutuskan untuk berhenti ... berhenti dari pekerjaanku, berhenti dari hubunganku dengan sesama dan berhenti dari spiritualitasku. Aku pergi ke hutan untuk bicara dengan Tuhan untuk yang terakhir kalinya.
"Tuhan", kataku. "berikan aku satu alasan untuk tidak berhenti?"
Dia memberi jawaban yang mengejutkanku.
"Lihat ke sekelilingmu", kataNya. "Apakah engkau memperhatikan tanaman pakis dan bambu yang ada dihutan ini?"
"Ya", jawabku.
Lalu Tuhan berkata, "Ketika pertama kali Aku menanam mereka, Aku menanam dan merawat benih-benih mereka dengan seksama. Aku beri mereka cahaya. Aku beri mereka air. Pakis-pakis itu tumbuh dengan sangat cepat. Warna hijaunya yang menawan menutupi tanah. Namun, tidak ada yang terjadi dari benih bambu. Tapi, Aku tidak berhenti merawatnya.
Dalam tahun kedua, pakis-pakis itu tumbuh lebih cepat dan lebih banyak lagi. Namun, tetap tidak ada yang terjadi dari benih bambu. Tetapi Aku tidak menyerah terhadapnya. "
"Dalam tahun ketiga tetap tidak ada yang tumbuh dari benih bambu itu, tapi Aku tetap tidak menyerah. Begitu juga dengan tahun ke empat. "
"Lalu pada tahun ke lima, sebuah tunas yang kecil muncul dari dalam tanah. Bandingkan dengan pakis, itu kelihatan begitu kecil dan sepertinya tidak berarti.
Namun enam bulan kemudian, bambu ini tumbuh dengan mencapai ketinggian lebih dari 100 kaki. Dia membutuhkan waktu lima tahun untuk menumbuhkan akar-akarnya. Akar-akar itu membuat dia kuat dan memberikan apa yang dia butuhkan untuk bertahan. Aku tidak akan memberikan ciptaanku tantangan yang tidak bisa mereka tangani. "
"Tahukan engkau anakKu, dari semua waktu pergumulanmu, sebenarnya engkau sedang menumbuhkan akar-akarmu? Aku tidak menyerah terhadap bambu itu. Aku juga tidak akan pernah menyerah terhadapmu. "
Tuhan berkata "Jangan bandingkan dirimu dengan orang lain. Bambu-bambu itu memiliki tujuan yang berbeda dibandingkan dengan pakis. Tapi keduanya tetap membuat hutan ini menjadi lebih indah.”
"Saat mu akan tiba", Tuhan mengatakan itu kepadaku. "Engkau akan tumbuh sangat tinggi"
"Seberapa tinggi aku harus bertumbuh?" tanyaku.
"Sampai seberapa tinggi bambu-bambu itu dapat tumbuh?" Tuhan balik bertanya.
"Setinggi yang mereka mampu?" Aku bertanya
"Ya." jawabNya, "Muliakan Aku dengan pertumbuhan mu, setinggi yang engkau dapat capai."
Lalu aku pergi meninggalkan hutan itu, menyadari bahwa Allah tidak akan pernah menyerah terhadap ku. Dan Dia juga tidak akan pernah menyerah terhadap Anda.
Jangan pernah menyesali hidup yang saat ini Anda jalani sekalipun itu hanya untuk satu hari.
Hari-hari yang baik memberikan kebahagiaan; hari-hari yang kurang baik memberikan pengalaman; kedua-duanya memberi arti bagi kehidupan ini